Skip to main content

Featured

"JALAN HIDUP PENUH MISTERI"

 "JALAN HIDUP PENUH MISTERI" Tersembunyi ujung jalan hampir atau masih jauh, ku di bimbing tangan Tuhan ke Negeri yang tak ku tau. Bagai ombak menghempas karang, buih terpisah berhamburan, singgah sebentar tak membekas, hilang dan pergi begitu saja. Kenangan indah tak terlupakan, sahabat dan teman tetap di jaga, kata dan bahasa bagai pedang, akan binasa, salah di gunakan. Baca Juga: Pentingnya Membaca Keluarga adalah kebahagiaan, dunia akan indah jika dihiasi kasih dan sayang, tak terlupakan bahasa dan kata di ucapan indah jika kedengarannya. Jika hidup bagai misteri tak tau apa yang terjadi, siapkan mata menatap jauh, bagai burung camar memantau mangsa, hendak membidik untuk di santap. Jalan yang sunyi siap menanti, entah siapa yang akan menemani, tak ada kawan yang siap mendampingi, beranikan diri untuk melewati, walau badai siap menghabisi. Baca Juga: Pentingnya Menulis Di Sosmed Hidup itu masih misteri, setiap kejadian masi tersembunyi, lorong gelap siap menanti, tak ...

Memahami Arti Kemiskinan

Memahami Arti Kemiakinan

Apakah kalian tahu makna kemiskinan?

Jika seseorang bertanya kepada kalian soal ini, apakah jawaban yang terlintas di pikiran kalian? Biasanya kemiskinan lebih mudah dikaitkan dengan perkataan-perkataan tidak enak didengar oleh telinga kita yaitu seperti penderitaan, kekurangan zat, kelaparan, sama halnya dengan terjadi kelaparan di Afrika.

Mungkin kita boleh menyalahkan diri kita sendiri tetapi kita tidak bisa melawan atau bahkan menyalahkan takdir kita.

gambar aktivitas warga di sekitaran pemukiman warga
Tampak Aktivitas Di Sekita Rumah 

Walau bagaimanapun, aliran maklumat yan sering dan berlebihan ini dapat mengakibatkan rangsangan yang berlebihan sekaligus membawa kepada penyekapan (desensitisation). Kini kita berhadapan dengan masalah untuk menepis segala pengetahuan ini. 

Antara kemahiran yang penting kini adalah mengetahui sama ada sesuatu perkara itu betul, selain upaya untuk menilai maklumat sama ada berguna ataupun tidak. Tidak hanyalah fake news atau berita palsu menjadi satu permasalahan dalam dunia hari ini.

Kita hidup di Zaman Kelewahan -The Age of Excess. Di seluruh dunia, kita mengeluarkan semakin banyak hasil dan produk, hidangan makanan pula semakin besar. Jika lebih banyak harta dan kekayaan material yang boleh dikumpul, lebih baik.


Tetapi kelewahan ini bukanlah dari segi material sahaja, ia juga berlaku dari segi maklumat. Dengan wujudkan dan ledakan Internet, kita seolah telah diserang dengan maklumat dari setiap sudut. Segalanya kini benar-benar berada di ujung jari.

Alam pada itu, kita juga dapat melihat sejauh mana kurangannya kepekaan orang terhadap isu global yang serius

Pelbagai kebimbangan seperti isu pencabulan hak asasi manusia, pelarian, perubahan iklim dan kemusnahan alam sekitar yang sering mendapat siaran meluas dalam media telah menyebabkan masyarakat semakin lesu. Kita menjadi tidak endah dan bersikap acuh tak acuh.

Begitu juga dengan kemiskinan. Kita memang mengakui kewujudnya sebagai satu masalah. Mungkin kita turut berusaha melakukan yang terbaik untuk membantu, atau benar-benar berasa kasihan kepada mereka yang terperangkap di dalam kemiskinan tersebut. Mungkin juga kita sudah menganggap ia adalah masalah yang terlalu besar dan kita tidak boleh membawa sebarang perubahan. Maka kita meneruskan kehidupan seperti biasa.

Agak menyedihkan karena isu kemiskinan (dan kebimbangan mendesak lain) menjadi mangsa keadaan. Masyarakat memilih untuk menjauhkan diri berbanding benar-benar mendalami perkara tersebut.

"Kemiskinan adalah sesuatu yang rumit. Ada yang jelas kelihatan, tapi ada juga yang tersembunyi."

Dalam era modern ini, kemiskinan tidak lagi sepadan dengan stereotaip yang biasa kita ketahui. Contohnya golongan miskin bandar. Kita sering mengaitkan kemiskinan dengan gelandangan, mengemis di tepi jalan, atau tinggal di kawasan luar bandar. Namun gambaran kemiskinan di bandar mungkin kelihatan sangat berbeza, seperti kehidupan seorang pekerja kilang yang tinggal di flat kos rendah dan menanggung enam orang ahli keluarga dengan gaji sekadar RM1,200.

Mustahil untuk kita memberi takrifan khusus berkenaan kemiskinan, karena ia adalah subjek yang begitu luas dengan aspek yang berbeza, dan tafsiran yang memerlukan konteks. Pada 2019, Pelapor Khas PBB Philip Alston mempersoalkan kaedah Malaysia dalam mengukur kemiskinan, yang menghasilkan kadar kemiskinan negara hanya pada paras 0.4% - salah satu yang terendah di dunia. Ini karena Malaysia mentakrifkan kemiskinan sebagai pendapatan isi rumah yang kurang daripada RM980 sebulan - angka ini pastinya memerlukan semakan. Pegawai PBB berpendapat garis kemiskinan tersebut adalah terlalu rendah, dan mencadangkan agar ia lebih bersifat realistik, contohnya pada kadar <RM2000. Jika kita menggunakan kadar tersebut, ini bermakna kadar kemiskinan di Malaysia adalah di antara 16 hingga 20%.

Comments